Budaya adalah bagian tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Manusia makhluk berbudaya karena ia hidup dalam melestarikan budaya dan adat istiadat serta selalu mengembangkan kebudayaan baru. Budaya selalu bersifat dinamis dan kontinyu menyesuaikan dengan perubahan tantangan kehidupan manusia.
Agama datang dalam kehidupan manusia tidak dalam ruang kosong budaya. Terdapat adat istiadat, norma, nilai dan budaya yang telah lama menjadi framework kehidupan manusia. Agama datang dengan mengakomodasi budaya yang ada dengan membingkai ajaran agama dalam kultur adat dan tradisi masyarakat. Dan dipastikan tidak ada satupun agama lahir yang membabat habis kebudayaan pada zamannya. Agama menyerap kebudayaan sekitarnya dan memberikan makna baru dalam kehidupan manusia. Karenanya, agama tidak pernah kehilangan relevansinya karena ia melebur dalam kebudayaan masyarakat. jalandamai.org
Dalam relasi agama dan budaya kita mengenal setidaknya tiga pola :
Pertama, pola konfrontatif.
Dalam kacamata ini agama selalu dihadapkan secara diametral dengan budaya. Ajaran agama dianggap bertentangan dengan budaya dan adat setempat. Akibatnya, agama selalu menjadi hakim yang menghakimi kebiasaan, adat istiadat dan norma yang ada. Orang yang memiliki orientasi paradigma ini menjadi anti budaya, karena menolak bentuk budaya sebagai alat aktualisasi agama dan agama menjadi kaku. Corak beragama yang kaku seperti ini akan sulit diterima di tengah keragaman kultural masyarakat yang kuat.Kedua, pola sinkretik.
Dalam pandangan ini, agama dipadukan dengan budaya kadang menjadi kabur mana ranah agama dan mana entitas budaya. Dalam prakteknya munculnya entitas baru perpaduan agama dan budaya membuat orang kehilangan identitas di tengah masyarakat yang beragam.Ketiga, pola integral.
Dalam pola ini agama mengakomodasi budaya sebagai media menyampaikan nilai agama kepada masyarakat. Contoh, wayang kulit, lagu reliji, nasyid, qashidah dll. Di dalam budaya musik dan wayang agama menjadi ruh, budaya menjadi ruang yang diisi ruh agama. Budaya menjadi landasan yang melembutkan agama masuk dalam kehidupan masyarakat. Agama berendam dalam lumpur budaya. Agama menjadi lebih bermakna dan tidak kaku ketika menjadikan budaya sebagai media berinteraksi dengan masyarakat.Integrasi agama dan budaya menjadi corak peradaban bangsa. Negara Pancasila mampu membangun sebuah falsafah dan cara pandang bangsa tentang masyarakat yang relijius dan berbudaya. Sebuah bangsa yang mampu mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam kebudayaan nusantara. Karena itulah, corak agama yang masuk ke nusantara menampilkan sebuah ekspresi keagamaan yang khas bumi nusantara. Agama dan budaya menjadi pondasi bagi pembentukan karakter peradaban bangsa. jalandamai.org
Maka di era globalisasi-disrupsi dimana sukar dibendung arus informasi dan media yang disitu tercakup budaya luar yang merusak, maka ajaran trisakti Soekarno menemukan pembenarannya, yaitu mandiri dalam bidang politik, ekonomi dan budaya. Jika kita menjadikan budaya sebagai infrastruktur agama, maka tidak perlu terjadi gegar budaya. Kita punya budaya artinya kita punya identitas yang melekat di diri kita demi mempertahankan identitas dan membentuk karakter budaya bangsa. Karena budaya adalah kiblat berkebangsaan, jati diri bangsa diserap dari situ.
Agama bukan kedok, tapi nilai
Pada titik inilah, sangat tidak bijak apabila membenturkan agama dan budaya. Baik agama maupun budaya telah menjadi bahan pokok dari racikan pembentukan karakter bangsa. Agama menjadi semakin lestari di bumi nusantara karena mampu merawat budaya. Dan budaya semakin beradab dengan masuknya nilai-nilai agama.
Karena agama itu ruh, dan budaya itu ruang, maka tidak perlu terjadi benturan antara agama dan budaya. Beribadah dengan memakai batik dan baju koko yang budaya/pakaian nusantara, lebih bermartabat berbudaya ketimbang berdemo memakai gamis yang notabene budaya/pakaian arab.
mereka yang berdemo menggunakan atribut budaya itu untuk alasan politik bukan untuk ibadah. Kalau tujuan mereka untuk ibadah, harusnya kan gamis digunakan buat shalat, bukan untuk demo. Jadi jelaslah agama itu cuma dijadikan kedok untuk mengagitasi masa, karena agama adalah alat yang kuat untuk memancing sentimen dan fanatisme sara. Padahal di luar persaudaraan agama, ada persaudaraan sebangsa, dan sesama manusia.