Letusan Gunung Tambora di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), 200 tahun lampau menyebabkan Kerajaan Tambora dan Kerajaan Pekat tersapu dari muka bumi. Satu kerajaan masih bertahan, namun sebagian besar wilayahnya luluh lantak terpapar letusan.
Kedahsyatan letusan Gunung Tamboradigambarkan dalam naskah kuno Kerajaan Bima, Bo Sangaji Kai, yang ditulis pada 1815 dengan menggunakan aksara Arab-Melayu.
Isi naskah tersebut kemudian dituturkan Putri Sultan Bima terakhir Siti Maryam Salahuddin, yang kini berusia 88 tahun.
“Maka heran sekalian hambanya, melihat karunia Rabbal’alamin yang melakukan al-Fa’alu-I-Lima Yurid ( Apa yang dikehendakiNya), maka teranglah hari maka melihat rumah dan tanaman maka rusak semuanya demikianlah adanya, yaitu pecah Gunung Tambora menjadi habis mati orang Tambora dan Pekat pada masa Raja Tambora bernama Abdul Gafur dan Raja Pekat bernama Muhammad”.
Sisa-sisa Kerajaan Tambora dan Kerajaan Pekat berhasil ditelusuri peneliti dari Universitas Rhode Island Amerika Serikat, Professor Haraldur Sigurdsson, pada 2006. Hasil penelusuran pada waktu itu kemudian diberitakan BBC dengan judul ‘Pompeii dari Timur’.
Pompeii adalah kota di jaman Romawi Kuno yang terkubur letusan Gunung Vesuvius pada 79 Masehi. Namun, meski terkubur, reruntuhan bangunan di Pompeii tidak mudah hancur karena berbahan batu. Sedangkan sisa-sisa Kerajaan Tambora dan Kerajaan Pekat sulit ditemui mengingat bahan bangunan di kedua kerajaan itu memakai kayu.
Walau demikian, di Sori Sumba yang diduga menjadi lokasi Kerajaan Tambora, para arkeolog mampu menemukan sebuah kerangka manusia pada 2008. Saat digali, sebilah keris terselip di pinggang jasad itu.
Ketua Pusat Arkeologi Nasional I Made Geria, yang terlibat meneliti jejak kerajaan Tambora sejak awal, menduga kerangka itu merupakan ‘tokoh penting’ dalam Kerajaan Tambora.
Rumah kerajaan
Selain kerangka, para arkeolog juga menemukan reruntuhan rumah. Dari sisa bangunan, mereka lalu merekonstruksi bentuk rumah di Kerajaan Tambora. Ciri khas rumah panggung milik keluarga atau tokoh kerajaan Tambora memiliki tiga deretan atap pada kanopinya yang disebut serimpi tiga.
Sejak 2008, jejak-jejak Kerajaan Tambora masih terus ditemukan oleh penduduk dan Balai Arkeologi Denpasar. Temuan terkini didapat pada Maret 2015 lalu, seperti dijelaskan oleh Kepala Balai Arkeologi Denpasar, I Gusti Made Suarbhawa.
“Benda-benda yang ditemukan berada di lokasi yang cukup dalam yaitu 10 meter, bahkan ada juga 25 meter di bawah timbunan tanah campur abu vulkanik, ” jelas Suarbhawa.
Keramik asal Cina turut ditemukan di antara artefak di bekas Kerajaan Tambora yang diduga diperoleh dari hasil perdagangan dengan kerajaan lain, karena letaknya di dekat laut.
Dalam berbagai catatan naskah peninggalan Kesultanan Bima, hubungan dagang terjadi dengan Kerajaan Tambora seperti kain tenun dan kuda.
Para peneliti dari Pusat Arkeologi Nasional dan Balai Arkeologi Denpasar masih berupaya menemukan letak pusat Kerajaan Tambora.