Penulis sudah tegaskan, bahwa proses etik terhadap hakim MK yang meloloskan Gibran maju Pilpres 2024, hanyalah upaya untuk mengurangi kemarahan rakyat kepada MK. Jadi, sejak awal penulis sudah tegaskan bahwa sidang etik MKMK hanya mengadili perilaku (kelakuan) hakim, bukan mengadili putusan hakim.
Karena itu, penulis telah mengkritik keras Jimly Asshiddiqie yang beberapa waktu lalu terlalu banyak mengumbar kata layaknya presenter media. Bahkan, Jimly sempat membuat publik melambung ekspektasinya dengan menyatakan logis jika putusan MK yang meloloskan Gibran dibatalkan.
Hari ini, semua mata dan telinga rakyat menyaksikan. Untuk kesekian kalinya, dagelan konstitusi dipertontonkan di negeri ini. Mahkamah Kehormatan MK telah mengeluarkan putusan lelucon, putusan yang bikin rakyat sejagat NKRI merasa Wkwk.
Anwar Usman memang diputus bersalah melanggar kode etik hakim MK. Tapi lucunya, dia cuma digeser, tidak lagi menjabat ketua MK
Padahal, sidang etik yang 'mbulet' kemarin mengadili perilaku hakim MK dalam kapasitasnya sebagai hakim yang mengadili perkara. Bukan dalam kapasitas sebagai ketua MK.
Anwar, bersalah dalam melaksanakan fungsi hakim. Bukan bersalah dalam menjalankan jabatan struktural sebagai ketua MK. Anwar, tercela sebagai hakim MK, bukan sebagai ketua MK.
Kok enak banget, cuma digeser dari ketua MK? Kok enak banget, tetap bisa mendapat gelar 'yang Mulia' di MK dan menjadi mahadewa hakim MK, padahal terbukti melakukan perbuatan yang tercela?
Penulis sudah katakan, mustahil Anwar Usman dipecat dari hakim MK. Karena kewenangan itu ada pada Presiden. Mana mungkin, Jokowi akan memecat iparnya, yang telah membantu anaknya melaju ke Pilpres 2024?
Namun, penulis berharap prediksi penulis keliru. Jimly masih berani memecat Anwar Usman dari hakim MK, kendati belum tentu Jokowi tindaklanjuti dengan kepres untuk melakukan pemecatan.
Tapi hari ini,...
Yang telah meruntuhkan kepercayaan publik terhadap MK bukan hanya Anwar Usman. Jimly Asshiddiqie telah melengkapi ketidakpercayaan publik terhadap MK menjadi sempurna.
Kalau Jimly berdalih, tak bisa membatalkan putusan No. 90 yang memberikan fasilitas kepada Gibran untuk maju Pilpres 2024, rakyat masih bisa maklum karena Jimly tak punya kewenangan untuk itu. Tapi kenapa Jimly tidak memecat Anwar Usman dari hakim MK? Bukankah, sanksi tertinggi pelanggaran etik hakim adalah pemecatan hakim? Bukan sekedar lokir atau geser dari posisi ketua MK !
Jimly punya andil besar merusak lembaga MK. Jimly telah memainkan peran untuk melegitimasi keculasan Anwar Usman yang meloloskan ponakannya maju Pilpres 2024. Seluruh rakyat Indonesia tidak akan melupakan skandal ini! [].
Source: channel Ahmad khozinudin