Ticker

6/recent/ticker-posts

Krisis Kapitalisme, Kembalinya rezim Neo Orde Baru, dan Ancaman Bagi Pekerja dan Rakyat Indonesia

Pidato Politik Sarekat Buruh Perkebunan Patriotik Indonesia dalam rangka hari Buruh Internasional Mayday.

Pandemi Covid 19 menyisakan penderitaan bagi rakyat pekerja di seluruh dunia, rakyat pekerja dipaksa menerima kondisi-kondisi yang dianggap wajar guna menyelamatkan para pemilik modal, dan pemerintah merestui Tindakan tersebut, PHK besar-besaran dengan minim pesangon, pemotongan upah kerja, atau kerja tak dibayar di berbagai industri, terutama industry padat karya, serta kerja di rumah atau biasa disebut work form home yang harus diterima pekerja dengan mengorbankan waktu yang lebih dari jam kerja, Kesehatan, serta biaya lebih yang harus dikeluarkan para buruh. Dan tragisnya hal-hal inilah yang menjadi dasar legitimasi yang kuat bagi pemerintah untuk mengesahkan UU Cipta Kerja. 
Pemulihan paska pandemi COVID 19 yang seolah ditanggung lewat hutang negara kepada negara lainnya, sebenarnya rakyat pekerjalah yang menanggung hutang tersebut lewat pengurangan subsidi-subsidi rakyat, naiknya pajak, makin brutalnya represifitas terhadap rakyat atas nama investasi kuasa modal, intimidasi terhadap rakyat dalam menuntut haknya, hingga kita dipaksa untuk menerima pembiasaan kondisi hidup di bawah standar hanya untuk bertahan hidup, dan menurunnya daya beli di Masyarakat.
Tak cukup dengan beban kerja lebih demi sebesar-besarnya keuntungan pemilik modal, dan kebutuhan hidup di di bawah layak, para buruh juga diberi ilusi mimpi-mimpi kaya dan hidup seolah mudah lewat racun media sosial, serta judi online dan investasi bodong.
Krisis Kapitalisme menumbalkan rakyat pekerja
Ketidakpastian hidup di sistem kapitalisme terus menerus menghantui rakyat pekerja, karena dalam sistem kapitalisme selalu mengandung krisis di dalam dirinya karena mengutamakan keuntungan sebesar-besarnya dengan mengeksploitasi pekerja dan sumber daya alam. Dan negara-negara maju mengeksploitasi negara-negara miskin (baca Imperialisme) agar kapitalisme tetap bertahan. Dan pemulihan paska pandemi Covid !9 membuat perputaran kekayaan modal melambat di negara-negara imperialis tersebut. 
Perang menjadi satu-satunya jalan bagi negara-negara Imperialisme dalam menguatkan pengaruhnya, dan menjadi tindakan kongkret dalam pemulihan paska pandemi. Mulai dari perang ekonomi, hingga perang antar negara yang sejatinya merupakan perang imperialisme kini sudah dimulai di berbagai negara. Dan perang antar negara pasti selalu mengorbankan rakyat pekerja demi mempertahankan kerakusan dan ketamakan para pemilik modal. 
Kaum buruh patriotik bukanlah para nasionalis palsu yang membabi buta. ia merupakan semangat cinta tanah air, dan anti penindasan dan anti penjajahan, sehingga sikap seorang patriotik sejati adalah dengan perlawanan terhadap imperialisme dan melalukan perjuangan mewujudkan kedaulatan rakyat di negaranya masing-masing. 
Waspada bangkitnya Rezim Neo Orde Baru
Tak dapat dipungkiri krisis kapitalisme menghasilkan kebijakan politik dan ekonomi yang makin menindas rakyat, dan dinegara yang dalam cengkraman negara imperialis cenderung melahirkan pemimpin yang melayani kepentingan negara imperialis atau yang biasa disebut rezim komprador, dan pemilu kemarin hasilnya sudah dapat ditebak, yakni hanya menghasilkan bangkitnya Kembali rezim Neo Orde baru.
Hakikat rezim orde baru dalam politik hari ini adalah membuat Indonesia bukan berdasarkan pada negara kedaulatan rakyat yang tercantum dalam konstitusi, namun pada negara kekuasaan, Dimana kekuasaan yang ditopang oleh birokrasi korup dan juga para pemodal yang hanya menjadi antek asing atau yang biasa disebut para kapitalis birokrat.
Politik hari ini mengarah ke bangkitnya rezim neo orbais dengan penguasaan rezim terhadap Lembaga-lembaga peradilan, penguasaan terhadap partai-partai, meningkatnya intimidasi terhadap rakyat atas nama investasi. Liberalisasi besar-besaran kekayaan alam Indonesia, deregulasi kebijakan yang pro rakyat menjadi berpihak terhadap investasi. Dan apa yang didapat oleh rakyat? Hanya sebagai penyedia tenaga kerja murah, penyedia bahan mentah, memproduksi barang setengah jadi, dan hanya menjadi pasar bagi barang-barang jadi. 
Bagaimana dengan kondisi buruh Perkebunan hari ini.
Membahas tentang perkebunan sawit tentu tidak terlepas dari produk hasil buah sawit itu sendiri mulai dari produk makanan seperti coklat, mie instan, minyak goreng, margarin, Snack jajan anak, bahan kosmetik, sabun, sampo, detergen, vitamin dan obat-obatan, bahan bakar kendaraan hingga alat kebutuhan rumah tangga. Intinya hampir sebagian besar produk kebutuhan masyarakat baik sebagian maupun sepenuhnya menggunakan bahan yang berasal dari minyak sawit.
Tiap tahunnya Indonesia menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia sebesar 45,5 juta ton dan sebagai negara pengekspor minyak sawit terbesar yakni 2,94 juta ton dengan tujuan Tiongkok, India, Pakistan, Belanda, Malaysia, Singapura dan negara-negara lainnya.
Kebutuhan akan produk hasil sawit tersebut dalam memenuhi lebih dari 285 juta masyarakat Indonesia dan kebutuhan di pasar dunia membuat perluasan sawit menjadi tak terelakkan dan merupakan lahan bisnis bagi para kapitalis dalam mengeksploitasi sumber daya alam dan terutama sumber daya manusia demi keuntungan. 
Hingga 2022, Indonesia telah memiliki 700 perkebunan kelapa sawit dengan total luas mencapai 14,98 juta hektare, menurut BPS. Akan tetapi, Kementerian Pertanian memperkirakan luas total perkebunan kelapa sawit mencapai 15,3 juta hektare.
Meskipun pemerintah membatasi Perluasan perkebunan sawit dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian, yang merupakan aturan turunan dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam PP tersebut, perusahaan perkebunan kelapa sawit hanya boleh memiliki luas perkebunan maksimal 100.000 hektare.
Namun peraturan tersebut tidak digubris oleh para kapitalis Perkebunan kelapa sawit yang di dukung oleh pemerintah dengan memutihkan 3,3 juta perkebunan ilegal yang berada di kawasan hutan. Bagi pemerintah yang penting adanya pemasukan negara dari sektor sawit.
Perluasan perkebunan sawit merupakan kepentingan rezim borjuasi Joko Widodo yang kekuasaannya ditopang para pengusaha sehingga kebijakan yang diambil selalu menguntungkan para kapitalis. Yang melahirkan bandit-bandit ekonomi. Berupa mudahnya perizinan mengekspor minyak sawit mentah daripada memenuhi kebutuhan masyarakat di dalam negeri. 
Kepentingan birokrasi berwatak kapitalis yang mengambil keuntungan dari investasi sawit membuat para birokrat negara kita lebih mementingkan kepentingan para perusahaan perkebunan kelapa sawit. Baik lewat perlindungan hukum, kemudahan berinvestasi hingga perlindungan dalam mengeksploitasi sumber daya alam dan tenaga kerja buruh sawit lewat upah minimum.
Seharusnya perluasan perkebunan sawit sejalan dengan kesejahteraan buruh perkebunan kelapa sawit, namun sebaliknya keuntungan tersebut mili para kapitalis perusahaan kelapa sawit. Buruh perkebunan kelapa sawit hanya mendapatkan upah minimum sektoral dan upah minimum provinsi. 
Dalam sistem kapitalis komoditas ( produk yang dihasilkan untuk dijual ) adalah segala-galanya dan buruh hanya menukarkan tenaganya untuk dapat terus hidup agar dapat terus bekerja memperkaya si pemilik perusahaan perkebunan sawit.
Mengharapkan kebaikan hati pemerintah dan kapitalis perusahaan kelapa sawit dalam mensejahterakan buruh perkebunan kelapa sawit itu mimpi. Kapitalis hanya memikirkan bagaimana komoditas penting ini terus menerus menghasilkan kekayaan si kapitalis sambil memberikan ilusi bahwa “kamilah yang berbaik hati membuka lapangan kerja, jadilah buruh yang baik, jadilah pekerja teladan yang menurut, jalankanlah kewajibanmu dengan bekerja keras”. Dan kapitalis birokrat negara ini tinggal nunggu persentase lewat setoran yang diterima baik yang resmi, dan sisanya upeti.
melihat data statistik pemerintah lebih dari 16 juta pekerja di perusahaan sawit yang harusnya menjadi kekuatan daya tawar buruh perkebunan sawit. Tak hanya memperjuangkan naiknya upah. Namun pembagian keuntungan untuk para buruh perkebunan. Tuntutan pembagian keuntungan adalah hak bagi buruh karena para buruh lah yang berperan besar dalam memperkaya kapitalis dengan tenaganya. Karena sejatinya buruhlah pencipta keuntungan bagi si kapitalis. 
Di sinilah kebutuhan akan organisasi serikat buruh perkebunan menjadi penting karena merupakan alat perjuangan para buruh perkebunan itu sendiri. Karena dengan berserikat buruh menjadi kuat. Dengan bersatunya buruh di serikat buruh yang memperjuangkan hak buruh adalah memperjuangkan cita cita sejati para buruh itu sendiri yakni mewujudkan masyarakat tanpa penindasan. 
Para buruh harus menyadari bahwa serikat buruh menjadi alat penting untuk melawan kesewenangan para kapitalis dan pemerintahan rezim borjuasi yang berpihak pada kepentingan kapitalis. Maka perlawanan terhadap kapitalisme seharusnya juga merupakan perlawanan terhadap rezim borjuasi. Maka kepemimpinan klas buruh menjadi penting dan serikat buruh selain alat perjuangan buruh juga harus menjadi sekolah kepemimpinan buruh untuk menyiapkan barisan dalam merebut kedaulatan sejati.